Cerita Sebelumnya:
MENJELANG KEPERGIAN IBU (Bagian 2)
10 Desember 2002
Saat terik matahari terasa di atas kepala, datang dua orang berseragam polisi ke rumahku. Mereka ingin bertemu dengan bapak. Kata mereka, bapak dapat panggilan dari polisi atas tuduhan pencemaran nama baik.
“Permisi, bisa bertemu dengan Pak Harjo?” tanya salah satu polisi berseragam itu.
“Bapak tidak ada di rumah, bapak masih kerja. Memangnya ada apa Pak?” tanyaku pada polisi tersebut.
“Ini ada surat panggilan dari kantor polisi untuk Pak Harjo,” jawab polisi.
“Surat panggilan mengenai apa, Pak?” tanyaku pada polisi tersebut.
“Pak Harjo dituduh mencemarkan nama baik Bu Parmi. Besok siang Pak Harjo harus memenuhi surat panggilan tersebut,” kata polisi tersebut sambil berpamitan pulang.
“Oh... begitu ya,” jawabku singkat.” Terima kasih, Pak.”
Bapak dapat surat panggilan polisi? Hal ini pasti ada kaitannya dengan peristiwa dua hari yang lalu. Parmi dan suaminya melabrak orang tuaku. Mereka tidak terima karena disebut Grandong (nama anak Mak Lampir dalam sinetron Misteri Gunung Merapi) oleh adikku yang terkecil. Mereka mendatangi rumahku dan terjadilah pertengkaran kecil dalam perdebatan antara orang tuaku dengan Parmi dan suaminya. Tetapi sekarang bapak mendapat surat panggilan dari polisi? Keluargaku memang apes, ibu sudah disantet, bapak dilaporkan ke kantor polisi pula.
12 Desember 2002
“Pokoknya masalah ini harus ditutup,” kata bapak pada kakaknya yang sarjana hukum.
“Kamu tenang aja. Serahkan semua urusan padaku. Kepala Kepolisian Pasuruan temanku, masalah ini pasti akan ditutup,” kata Pak Dheku menenangkan bapak.
23 Januari 2003
Sudah banyak dokter yang menyatakan ibu tidak terkena penyakit apapun. Namun, saat ibu dibawa ke Rumah Sakit Delta Surya, Sidoarjo, ibu divonis menderita kanker rahim dan kanker payudara. Umur ibu juga divonis hanya bertahan sekitar dua tahun.
“Ibu dan bapak yang sabar ya. Setelah saya lihat hasil laboratoriumnya, ibu ternyata menderita kanker rahim. Di payudara ibu juga ditemukan kanker.”
“Ya Allah. Cobaan apa lagi yang kau berikan padaku. Mengapa dua penyakit mematikan ada pada tubuhku?” tangis ibu seketika.
“Ibu sabar ya...,” bujuk bapak. Sebaiknya, apa yang harus kita lakukan, Dok?”
“Penyakit kanker hanya dapat disembuhkan dengan jalan operasi. Gimana, Pak, Bu?” tanya dokter Wahyu, dokter spesialis penyakit dalam.
“Dok, apa tidak ada cara lain lagi untuk menyembuhkan penyakit saya ini? Saya tidak kuat lagi.” jawab Ibu putus asa.
“Sudahlah, Bu. Kita harus berusaha agar ibu sembuh dari penyakit mematikan ini. Ibu jangan pesimis.” kata bapak menenangkan ibu.
“Operasi Insya Allah dapat menyembuhkan ibu dari kanker tersebut. Ibu harus tetap optimis. Klo ibu sudah pesimis duluan, operasinya juga tidak akan berhasil,” kata dokter ikut menenangkan ibu.
“Iya, Bu. Ibu yang tabah ya,” kata bapak sambil memeluk Ibu. Meskipun di hati kecil bapak ikut menangis juga.
“Kapan operasinya, Dok?” tanya bapak.
“Semakin cepat, semakin baik. Ibu harus mempunyai kekuatan mental yang baik. Gimana, Bu? Ibu kuat kan?” tanya dokter.
“Iya, Dok. Saya mau operasi. Saya harus bisa sembuh. Anak saya masih kecil-kecil, Dok.” jawab Ibu sambil menangis.
28 Januari 2003
Jam 07.00
Detik-detik ibu dioperasi semakin dekat. Jam 9 pagi ibu dijadwalkan operasi. Seluruh keluarga ikut mengantarkan ke rumah sakit. Kami berharap dengan operasi itu, kankernya dapat diambil dan ibu sehat kembali. Sebelum dioperasi, keluargaku memberi semangat agar ibu lebih tenang.
Jam 09.00
Ibu dibawa masuk ke ruang operasi. Perasaan tegang mulai terasa. Gimana hasil operasinya nanti? Akankah berjalan lancar atau bahkan sebaliknya?
Jam 14.00
Lima jam ibu berada di ruang operasi.Jam 14.00 tepat, operasi selesai. Kanker yang ada dalam tubuh ibu dapat diambil. Tetapi ibu masih dalam keadaan tidak sadar karena efek obat bius yang masih ada.
“Alhamdulillah, kankernya sudah dapat diambil. Tetapi ibu sekarang masih dalam keadaan tidak sadar karna pengaruh obat bius. Setelah operasi ini, ibu harus kemoterapi 12 kali untuk menghilangkan bibit-bibit kanker yang masih ada dalam tubuh ibu,” kata dokter menjelaskan ke bapak.
“Ya, Dok. Terus, gimana dengan kesehatan istri saya? Apa kira-kira penyakitnya tidak akan kambuh lagi?
“Insya Allah, Pak. Kankernya tidak akan muncul lagi.” jawab dokter.” Ibu juga harus rutin kemoterapi agar penyakit itu tidak muncul lagi.”
Label: Cerpen, Menjelang Kepergian Ibu
Click for Komentar