So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 26/06/13 | @ 09.03

Cerita Sebelumnya:


LUKISAN HITAM (Bagian 2)

Adzan dzuhur sudah dikumandangkan, pelayan tua itupun kembali mengingatkan untuk makan, namun dengan respon yang sama dan tetap membungkam dari majikannya ia hanya berlalu dan kembali ketempat ia bekerja di rumah besar dan sunyi kurang berpenghuni. Setelah berlalunya si pelayan setianya itu, Agung pun kembali teringat kekasihnya dua puluh tahun yang lalu.

Persiapan perayaan pernikahan secara besar-besaran dan mewah telah direncanakan dan dipersiapkan secara detail dan sempurna. Semua persiapan pernikahan telah siap dimulai dari penyebaran undangan, sewa gedung, hiburan, gaun pengantin, beserta dekorasi hingga konsumsi semua telah tertata sesuai rencana. Pada saat tanggal dan hari yang dinantikan telah mulai mendekat, kebahagiaan tiada tara menghampiri kedua calon pengantin. Sambil duduk di beranda depan di sebuah taman di kediaman Sinta yang tidak lain ialah bibi Agung.

“Bagaimana Din, apa benar kau serius ingin masuk dikeluarga besar Mangun kusumo, hidup bersama dengan seorang seniman lukis abangan?”

“Iya, Dinda serius menjalin hubungan ini dan hidup bersama dengan seorang pelukis ternama yang duduk di sebelah Dinda. Mengapa Mas Agung selalu saja menanyakan hal itu, apa Mas Agung masih ragu dengan Dinda?”

“Tentu saja tidak Din, malah Mas Agung tidak ingin ditinggalkan Dinda, selama kita bersama adalah saat-saat yang paling membahagiakan dalam hidupku, apalagi sebentar lagi kita akan mengarungi hidup bersama, susah senang kita akan jalani berdua…”

Pembicaraan yang akrab antara calon pengantin Agung Mangun Kusumo dan Dinda Wardoyo di kediaman Sinta sambil menikmati sedikit kue keju dengan secangkir minuman hangat. Keduanya terlihat akrab dan santai duduk di beranda depan sebuah rumah yang tidak begitu besar namun berada dan cukup cantik dengan dihiasi taman beserta kolam ikan emas kecil yang menjadikan pembicaraan itu nampak begitu hangat. Percakapan itu mendadak terhenti ketika Bi Sinta memanggil mereka untuk masuk ke dalam.

“Wah-wah… begini to orang yang mau nikah, sampe lupa jam makan siang, ayo ke sini masuk ke dalam jangan diluar terus kasian to makanan buatan mbok Jah sudah capek-capek disiapin buat calon pengantin kok cuma didiamin nanti jadi dingin lo. Ayo sini, makan bareng-bareng.”

“Oh iya Bi, kebanyakan ngobrol sampe lupa perut.” Saut Agung menimpali panggilan bibinya, dan keduanya pun masuk bersama dan menikmati sarapan istimewa yang telah dihidangkan di atas meja lengkap dengan sayur, lauk, buah-buahan dan makanan pencuci mulut. Makan siang pun berjalan dengan dengan akrab dan hangat sambil dibumbuhi sedikit lelucon dari Bibi dan ditanggapi pula dengan humor oleh Agung, sedangkan Dinda hanya bisa terdiam, tertunduk dan tersipu malu-malu mendengar candaan dari kedua orang yang sebentar lagi akan menjadi keluarganya itu.

* * * * *
B E R S A M B U N G

Label: ,