So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 13/06/13 | @ 14.40

Cerpen: Suatu Siang di Bundaran HI (1)

Namaku Ceria. Semua orang tahu bahwa arti dari kata ceria adalah riang dan selalu bergembira. Mungkin orang tuaku memberi nama itu agar aku menjadi seorang anak yang selalu ceria dan membawa keceriaan pula bagi orang-orang di sekitarku.

Nyatanya aku memang orang yang bersemangat. Di sekolah banyak sekali kegiatan yang kuikuti. Mulai dari Pramuka, jurnalistik, Bahasa Jepang, English Club, dan masih banyak lagi. Saat ini aku kelas satu SMU, di sebuah SMU terfavorit di kota B.

Di SMU ini aku mendapat teman-teman yang menyenangkan. Fasilitas sekolah yang cukup memadai dan kegiatan-kegiatan yang cukup bermanfaat. Hanya saja mengenai pelajaran aku merasakan sedikit kesulitan. Saat ini aku masih bingung dengan konsep mol padahal besok ada ulangan kimia. Pak Ali yang sedikit galak itu selalu membuatku grogi bila mengerjakan ulangan.

Selain itu ada satu hal yang mengganggu pikiranku, hal ini bukan masalah baru bagiku, tapi sesuatu yang menghantuiku sejak dulu. Dan selalu saja membuatku gelisah, membuatku kehilangan percaya diri. Betapa tidak, saat ini aku berumur 16 tahun dan belum pernah setetes darahpun keluar dari kemaluanku. Alias aku belum mangalami haid. Selama ini aku berbohong pada ibu dan semua orang dengan mengatakan aku sudah haid , tiap bulan aku membeli pembalut agar orang lain tetap menganggapku seperti wanita normal. Padahal pembalut itu tak pernah kupakai, hanya menumpuk dikamarku dan akhirnya kubakar di kebun belakang rumah.

Dari pelajaran biologi, aku tahu benar kalau wanita yang tidak mengalami haid atau menstruasi terindikasi ada gangguan di saluran reproduksinya. Berarti, jika aku tidak menstruasi ada sesuatu dengan ovum yang kumiliki. Ada pula yang mengatakan kalau wanita tidak menstruasi itu terancam kemandulan. Dan itulah yang paling kutakutkan. Wanita mana yang tidak kecewa kalau ternyata ia tidak bisa mempunyai keturunan. Laki-laki mana yang mau menikahi wanita yang tidak bisa melahirkan anak. Sementara itu, perempuan di desaku kalau tidak menikah akan dicap sebagai perempuan tidak laku alias perawan tua.

Ah…..rasa-rasanya aku berfikir terlalu jauh. Pacar saja belum punya sudah memikirkan pernikahan. Kepalaku pusing sementara konsep mol yang kupelajari semakin buram saja dari otakku. Tanpa terasa kepalaku memberat. Seperti ada kekuatan yang membuat aku ingin menutup mataku. Dan akhirnya mataku benar-benar terpejam.

Huehmmmmm….

Pagi yang cerah. Aku berharap pagi ini semua berjalan lancar. Semoga saja aku nanti bisa duduk dengan Icha. Anak itu pintar tetapi tidak pelit. Sudah beberapa hari ini kami bekerja sama dalam ulangan. Dan hasilnya nilaiku tak pernah kurang dari delapan.

Maka dari itu, aku bergegas mangambil handukku, segera mandi dan bersiap-siap berangkat sekolah.

Ternyata kenyataan tak seindah apa yang kita bayangkan. Dalam perjalanan menuju sekolah, ada kecelakaan beruntun antara angkot dan bus yang membuat jalanan macet. Ada perasaan was-was yang menyelimuti hatiku. Bisa-bisa aku terlambat ke sekolah.

Setelah bersabar begitu lama, akhirnya sampai juga aku di sekolah. Pintu pagar hampir ditutup. Segera saja aku berlari dan meletakkan sepedaku di tempat parkir.

Sampai di kelas ternyata tempat duduk sudah penuh semua.

“kok siang banget?”Icha menegurku.

“iya nih tadi macet di jalan”,sahutku.

“aku duduk dimana nih?”

“Tuh di pojok sebelah selatan. Ada bangku kosong disitu.” Icha menunjuk sebuah kursi kosong.

Ha…..mataku terbelalak. Itu kan dekatnya”Si Gunung Es”. Masa aku duduk di dekat dia?”Bisa matilah aku. Sebab, Angga Si Gunung Es itu adalah anak yang paling pintar di kelas ini tapi pelitnya minta ampun. Kata teman-teman dia kelewat dingin . Dia selalu menyendiri, tak punya teman. Meski ada teman sebangku, tapi dia jarang sekali berbicara.

Aku pasrah, biar sajalah aku duduk dekat dia daripada tak dapat tempat dan berdiri seharian kan nggak lucu. Masalah kimia aku sudah menyerah. Biar nanti kukerjakan apa adanya sebisaku. Aku sudah siap kena jewer Pak Ali kalau nanti nilaiku kurang dari enam.

Label: ,