Cerpen: Bunga Itu… (1)
19 Juni 2006
Pagi itu aula sekolah menjadi saksi bisu pengumuman kelulusan UAS. Saat benda berwarna putih itu berada di tanganku, hanya perasaan takut, resah dan pasrah yang berada dalam benakku. Perlahan aku membukanya, mataku terbelalak ketika tahu kertas itu bertuliskan LULUS. Aula yang tadinya hening, ini menjadi hiruk pikuk penuh dengan jeritan, teriakan, dan tumpahan air mata.
Langkah kaki kupercepat. Kutahu kedua orang tuaku resah menungguku di rumah. Aku tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia di hadapan mereka.” Ma,Pa, aku lulus..! Pa, aku boleh meneruskan ke perguruan tinggi kan?” Tanyaku.” Tentu sayang, papa akan kuliahkan kamu di Jakarta!” Jawab papa. Ku tahu Jakarta adalah kota besar dan ramai penduduknya. Aku mulai membayangkan kehidupan disana. Tak ada sanak saudara dan aku tanggal sendiri di rumah kost.
Pagi-pagi sekali aku berangkat ke kota metropolitan itu. Papa dan mama mengantarku ke stasiun. Kami berpisah disana.” Pa,Ma, Mitha berangkat dulu. Doakan Mitha agar berhasil meraih cita-cita Mitha. Mitha ingin membahagiakan mama dan papa. Mitha nggak akan kecewain mama dan papa. Mitha akan sering ngabarin keadaan Mitha agar mama dan papa nggak khawatir”. Kucium kedua tangan orang tuaku, dan kupeluk mereka erat-erat. Tanpa ada kata-kata, aku meninggalkan orang tuaku. Hanya lambaian tangan perpisahan dan untaian air mata yang bisa kulihat. Sebelum aku pergi, mama memberikan sebuah surat padaku. Entah apa isi surat itu,yang pasti isi hati mama tercinta.
Perjalananku hari ini sugguh melelahkan. Kota yang tak pernah tidur, telah kupijaki. Panas matahari menyambutku dikota ini. Nyanyian suara nesin-mesin mobil memekakkan telingaku. Kulanjutkan perjalananku menuju sebuah rumah yang dulunya ditempati kakakku. Kakak mungkin melihatku dari atas sana. Aku tau kakak pasti bahagia, karena aku melanjutkan cita-cita kakak yang tak sampai. Aku kuliah ditempat dan jurusan yang sama dengan kakak. Kakak manginginkan dirinya menjadi seorang dokter. Namun kecelakaan dua tahun yang lalu, Tuhan mamanggilnya.
Sebuah ruangan berukuran 6x7 m, lengkap dengan kamar mandi dan dapur menjadi tempat tinggalku. Di sini aku hidup sendiri dan harus mandiri. Setelah merapikan semua baju dan membersihkan semua kamar aku istirahat sejenak sambil membaca surat dari mama. Mama begitu sayang dan perhatian padaku.” Aku sayang mama dan papa”. Teriakku.
September 2006.
“Ya Tuhan, aku kesiangan… ! Padahal aku kuliah jam 07.00 WIB, ini sudah jam 07.00 lewat, aku juga belum mandi, belum nyiapin matakuliah hari ini! Aduh, gimana nih?” Aku bergegas mandi dan tanpa sedikitpun make-up yang menempel di wajahku, aku beranjak pergi dari kamar.” Ah.. macet lagi, andai aku dapat tumpangan gratis, pasti aku cepat sampai dan tidak mendapat ocehan”,gerutuku. Tiba-tiba…”Hai, kamu anak offering A kan?” kata seseorang dalam mobil sedan sporty merah. Aku menoleh kaget dan hanya diam.” Hei, jangan diam saja, mau bareng nggak?” teriaknya.”Oh, ya tentu…!” jawbku sambil berlari kecil padanya. Tanpa banyak bicara mobil berlari kencang seolah-olah dia tahu apa yang harus dilakukan.
08.15 WIB kami sampai di depan pintu kelas. Kelas sangat hening dan hanya ada satu orang yang bicara. Kami berdua tidak ada yang berani mengetuk pintu dan tiba-tiba pemilik mobil berkata” Kayaknya kita nggak usah masuk deh, kamu tau sendiri kan? Gimana kalau kita ke kantin aja?” aku hanya mengangguk mengekor di belakangnya.” Oh ya namamu siapa? Aku Bara, Bara Darmawan, kamu siapa?”“Aku Mitha, Shelometa” jawabku sambil mengamati seluruh tubuhnya dan entah mengapa jantungku tiba-tiba berdetak kencang. Ada yang aneh dalam hatiku.
Dari saat itu hubungan kami semakin akrab, dan entah mengapa jantungku berdetak semakin kencang. Kadang aku merasa salah tingkah di hadapannya. apakah dia juga sama merasakan hal yang sama sepertiku. Entah mulai kapan aku merasa selalu membutuhkannya. Dan hari terasa singkat bila di dekatnya. Sampai suatu hari tepatnya 10 November 2006, di taman kota dia mengucapkan beberapa kata singkat tapi menyentuh” Aku cinta kamu dan aku mau kamu juga cinta aku”. Hatiku tak ingin berdusta, bahwa aku juga mencintainya. Dan akupun berkata” Aku juga cinta kamu, sejak kita bertemu”. Kami pun berpelukan seolah-olah tiada hari yang paling membahagiakan selain hari ini. Dia pun mencium keningku dan aku dapat merasakan kehangatan cintanya yang tulus.
Click for Komentar