Cerita sebelumnya:
Amplop Putih Dipertanyakan (2)
Lepas dari kepulan asap di dapur, istri pak Djoko Purnomo itu sibuk memberikan pengarahan kepada 2 pemuda yang diberi tugas untuk menyebarkan undangan. Tercatat, 200 lebih tamu undangan yang akan ikut merayakan acara pernikahan sederhana namun direncanakan tampak mewah tersebut.
Berbeda dengan pemesanan bahan-bahan makanan dan baju kebaya, kali ini pembayaran ratusan undangan itu telah dilunasinya.
Alhamdulillah.
…
Karena menjalani proses pingitan, sulung dari tiga bersaudara itu tak lagi menampakkan wajah manisnya di luar rumah walaupun begitu, ia juga tak mengetahui permasalahan hutang sang ibunda kepada beberapa orang yang berjasa di perhelatan suci itu.
Sinar matahari mulai menyebar dari ujung timur. Embun yang menempel di dedaunan perlahan mengering. Berapa butir peluh sudah membasahi tubuh Oem
Entah berapa kali, lelaki 25 tahun itu harus menyeka keringat yang mengalir dari pinggir kening ketika akan melangsungkan pengucapan ijab kabul di hadapan penghulu dan beberapa saksi pernikahan.
“Sah? Sah?”
Penghulu itu segera meresmikan Oem sebagai suami Drama setelah mendapatkan persetujuan dari para saksi pernikahan
Alhamdulillah
Acara puncak yang dinanti-nantikan kedua belah pihak ini akhirnya berbuah kelegaan di masing-masing keluarga.
Menjelang maghrib, Oem dan perempuan yang resmi dinikahinya di awal hari tadi itu menjelma menjadi raja dan ratu semalam. Tepat di samping singgasana mini keduanya, alunan musik beraliran dangdut mengiringi prosesi resepsi pernikahan tersebut.
Makanan, minuman dan beragam jenis kue-kue berbaris rapi di sebuah meja panjang berukuran hampir 2 meter. Tamu undangan yang datang pun dari berbagai kalangan. Mengingat, pak Djoko yang seorang pengurus kuda kesayangan Bupati sekaligus sebagai kepala istal pribadi milik Bupati.
Tak heran,. jika keluarga Bupati turut memeriahkan acara salah seorang pekerjanya itu dan tentunya dimanfaatkan tamu undangan lainnya untuk mengenal lebih dekat sosok petinggi negara tersebut.
Senyum lebar tak pernah lepas dari wajah ibu Cantik, pak Djoko, Drama dan Oem. Sesekali mereka ikut berdendang mengikuti alunan musik yang didendangkan salah satu orkes melayu terkenal,” Om Puspita”
Ibu Cantik turut melayani para tamu undangan, mulai dari tamu undangan yang tak lain tetangganya yang berjual sate keliling hingga seorang perempuan borjuis yang tak lain adalah pemilik perusahaan yang memberangkatkan Oem menjadi TKI di negara asal penyanyi Siti Nurhalizah itu.
“Dicicipi kuenya, Jeng!” Ibu Cantik tampak ramah menyapa tamu-tamu undangannya.
Dan, ketika para tamu undangan itu hendak pulang, tak luput selipan amplop putih mendarat di tangan ibu Cantik.
Mengapa amplop berwarna putih?
…Tak heran juga ketika ibu Cantik yang malam itu tampak cantik dengan balutan kebaya warna senada kebaya Drama kewalahan menerima hujan amplop-amplop yang kebanyakan berwarna putih itu dalam genggamannya.
“Terima kasih, Jeng!!!”
Kalimat itu yang senantiasa diucap ibu Cantik mengiringi mendaratnya salam tempel di tangannya.
Ya…begitulah tradisi yang biasanya dilakukan tamu undangan terhadap sang empunya acara dalam suku Jawa.
Bahkan, tetangga Drama yang tercatat sebagai warga tak mampu turut hadir di tengah-tengah para undangan. Ibu rumah tangga yang memadukan unsure putih dalam pernikahan putri sulungnya itu tetap berlaku akrab kepada semua tamu undangan dan menolak salam tempel dari orang-orang yang berkehidupan tak mampu.
Itulah Ibu Cantik.
Ia terkenal aktif di perkumpulan pengajian muslimah dan perkumpulan PKK atau arisan kampung.
Acara pernikahan Drama dan Oem memang sangat meriah.
Tak segan-segan tamu undangan ikut naik panggung sambil berjoget di sebelah sang vokalis yang memakai make-up cukup tebal. Lagu” Kucing Garong” yang lagi booming di Indonesia itu juga tak luput dari merdunya suara sang vokalis.
Jarum jam itu mengarah tepat jam 12 malam.
Tengah malam, begitulah.
Drama dan Oem segera melepas baju kebesaran mereka dan berharap dapat melepas lelah setelah dihajar dengan banyaknya tamu undangan di perhelatan akbar malam ini. Belum lagi, beberapa kali Drama dan Oem menyempatkan ikut berdendang seiring alunan lagu dangdut.
Di balik dinding bercat merah jambu itu, tampak Ibu Cantik dengan lugasnya menggerakkan jari-jemarinya memilah-milah amplop putih yang berbaris rapi baik yang masih di genggamannya maupun yang bertengger di saku kebayanya.
“Pak, mudah-mudahan uang yang ada di dalamnya mampu mewakili perasaanku.” Tegas wanita berdarah campuran Jawa-Sasak ini kepada suaminya.
“Bu, sebenarnya ndak boleh kaya` gitu. Yang diberi tamu-tamu tadi itu, anggap saja sebagai berkah pernikahan Drama. Jangan mikir yang lainnya, ya!!” ungkap lelaki 47 tahun itu seraya memejamkan matanya.
“Ya…sebenarnya gitu, Pak! Tapi kita juga harus mikir Koh Aseng dan Jeng Agustin.”
Balas Ibu Cantik yang tetap tidak membiarkan jari lentiknya berhenti menari-nari di antara amplop-amplop putih itu.
“Ibu sich!! Udah bapak bilang kemarin, pernikahan ini sesederhana mungkin. Tapi, sudahlah” figur suami setia itu mencoba berbesar hati.
“Kita cari pelan-pelan penggantinya, ya!! Mudah-mudahan Koh Aseng dan Jeng Agustin bersahabat” keluhnya
Lelaki yang sudah menikahi Ibu Cantik selama kurang lebih 22 tahun itu tak mampu menyembunyikan peluhnya. Ia terlelap.
Label: Amplop Putih Dipertanyakan, Cerpen
Click for Komentar