Cerita sebelumnya:
Di manakah Jawaban Itu? (4)
“El tadi aku bicara dengan Dimas disekolah gitu, kamu tahu tidak, dia mau kerumahku gitu nanti sore.”
“Emang iya Fi, kamu yang suruh ya, nekat banget sich kamu Fi?”
“ya nggak lah, dia sendiri yang pengen main kerumahku kok.”
Hari sore sudah datang, tetapi Fia masih tidur siang dia lupa kalau Dimas mau datang kerumahnya. Tiba-tiba ting….tong….ting….tong…Assalamualaikum, tanda alarm rumah Fia berbunyi, dan Fia pun terbangun.
“Hah sudah jam tiga, jangan-jangan yang datang itu Dimas, aduh mana aku belum mandi lagi, mati aku.”
“Fia…Fia…?”
“Iya bu.”
“ini ada temanmu”
“iya bu suruh tunggu sebentar ya!” Fia pun cepat-cepat mandi, ganti baju, dan dandan secantik mungkin untuk Dimas.
“Hai Dim? Maaf ya nunggu lama, tadi aku baru saja bangun tidur jadi aku mandi dulu.”
“Nggak apa-apa kok Fi, apa sich yang nggak buatmu?”
“Ah kamu bisa aja sih Dim?” Merekapun saling ngobrol satu sama lainnya, saling tukar pikiran, dan bercanda.
“Eh Fi nggak terasa ya ini sudah malam , aku permisi dulu ya, nggak enak sama orang.”
“mmm….iya, kapan-kapan main lagi yach!”
“Iya, eh mana ibumu, aku mau pamit?”
“Oh iya,,,bu,,,bu,,,ini temanku mau pamit pulang.” Dimaspun berpamitan dan pulang kerumahnya.
Keesokan harinya di sekolah” Hai semua, hai ndri,,,hai Ria?”
“Loe kenapa sich Fi senyum-senyum, kayak orang gila aja?”
“nggak gitu teman-teman, tahu tidak kemarin Dimas main ke rumahku lho.”
“Emang iya,,,truz…truz…gimana?”tanya Ria
“Ya gitu dech, kemarin aku sempet terkejut gitu. Gimana nggak, waktu itu aku masih tidur eh tiba-tiba dia datang, jadi aku suruh dia nunggu aku mandi dulu dech.”
“Tega loe Fi,,,nyuruh-nyuruh dia nunggu. Baru saja main sudah dikecewain kayak gitu.”
“Iya sebenarnya aku juga nggak enak sama dia, tapi dia ngeyakinin aku gitu kalu dia nggak marah, malahan setelah itu kita ngobrol bersama, bercanda, sampai mau maghrib.”
“Dasar loe Fi, enak baget”
“Iya dong , Fia gitu.” Perbincangan itu pun didengar Leni dan kawan-kawannya
“Brengsek, kenapa Dimas sampai segitunya sama itu cewek yach, apa lagi itu namanya kalau namanya bukan Dukun? Lihat saja nanti, awas yach?”
“Emang apa yang mau loe rencanain Len?”Tanya Nora
“Lihat saja nanti, loe juga pasti akan tahu sendiri.”
“Tet…tet…tet…bunyi bel tanda pelajaran telah usai
“iya anak-anak pelajaran sampai disini dulu, besok kita lanjutkan lagi, selamat siang?” “Siang bu!” jawab anak-anak
“Len… Len…? Buru-buru amat sih loe pulangnya, nggak ngajak-ngajak lagi.” Tanya Nora sambil mengejar Nora yang langkahnya makin cepat
“Lho Len, loe mau pulang kan? Kok loe kekelas dua IPA B, itu kan kelas Dimas mau ngapain loe?”
“Sudah dech Nor loe jangan banyak tanya kalau mau ikut!”
Dimas beserta teman-teman lainnya yang berada di kelas tersebut pun keluar.
“Eh…eh…Dim, aku mau bicara sebentar.’ Leni mengejar Dimas yang sedang berjalan.
“Loe siapa?” tanya Dimas
“Aku Leni, kelas satu C, teman sekelas Fia. Dengar-dengar loe lagi dekat yach sama Fia?”
“Iya, trus apa urusannya dengan loe?”
“Tahu tidak sebenarnya Fia itu punya niat buruk sama loe. Dia ngedeketin loe Cuma hanya gara-gara taruhan sama teman-temannya, jika Fia dapat ngedeketin loe, dia akan jadi putri raja dan teman-temannya rela jadi budak dia, beneran dech aku nggak bohong, aku denger dengan telingaku sendiri, pernyataan itu keluar dari mulut Fia yang sedang bercakap-cakap dengan teman-temannya. Loe percaya atau nggak, terserah! Yang penting aku sudah kasi tahu loe.” leni meninggalkan Dimas sambil menggandeng tangan Nora
“Gila loe Len, loe fitnah Fia Cuma demi dapatin Dimas, ternyata temanku yang satu ini cerdas juga.” Puji Nora
“Siapa dulu, jangan sebut Leni kalau nggak bisa dapatin Dimas, ya nggak?”
“Iya, temanku yang satu ini memang cerdas. Pasti Dimas sekarang lagi bingung dan benci banget sama Fia.” Mereka berdua pun berjalan pulang
Kini Dimas meras bimbang dengan apa yang dikatakan Leni tadi benat atau salah. Dimas pun berjalan pulang tiba-tiba
“Hai Dim, gimana nanti malam jadi kan?” sapa Fia pada Dimas, tapi apa yang terjadi Dimas Cuma menoleh sejenak lalu berjalan meninggalkan Fia tanpa memperdulikanya.
“Dim…dim…kenapa denganmu?’ Fia mengejar Dimas dan menarik lengannya, Dimaspun berhenti
“Sudah deh Fi, aku sudah tahu semuanya tentang loe, loe tega yach Fi mempermainkan aku, padahal aku sudah baik sama loe, kenapa loe Cuma jadikan aku barang taruhan sama teman-teman loe.”
“Maksudmu apa sih Dim, siapa yang jadiin kamu barang taruhan?”
“Sudah deh Fi, jangan pura-pura aku sudah tahu semuanya, mending loe jahuin aku sekarang! Aku benci sama loe Fi.”
“Dim…dim…?” Dimas pun berlalu meninggalkan Fia tanpa memperdulikannya.
“Kenapa jadi begini, siapa yang bilang begitu sama Dimas?” Fia pun buru-buru kekelasnya sambil menangis dan disana masih ada Indri dan Ria yang masih belum pulang.
“Hai ada apa Fi, apa yang terjadi dengan loe, kenapa loe menangis?”
“Fi loe ada masalah , cerita sama kita, siapa tahu kita bisa bantu?”
“Iya Fi.” Desak Ria dan Indri.
Fia pun menceritakan apa yang terjadi antara dia dengan Dimas.” Tenang saja Fi, kita pasti bantu loe untuk menyelesaikan masalah loe itu, kita pasti cari tahu siapa yang berbuat sejahat itu sama loe.”
“Terimakasih ya teman-teman atas perhatian kalian.” Fia memeluk kedua temannya itu
“baiklah teman-teman aku pulang dulu, terima kasih ya?” Fia berpamitan sambil meninggalkan kedua temannya itu.
“iya, hati-hati ya Fi!”
“Siapa ya kira-kira yang berbuat sejahat itu dengan Fia, ya Ri?”
“Iya, brengsek amat itu orang.” Kedua anak tersebut berfikir sejenak
“Hah aku tahu.” Mereka berbicara bareng
“Loe nebak siapa Ndri?”
“Leni, loe?”
“Iya aku juga sama, ini pasti kerjaan Leni, dia kan memang anak yang suka syirik, iri hati dengan kebahagiaan orang lain, yang lebih jahat lagi suka adu domba lagi.”
“Ya sudah kita selidikin dia, dasar itu anak memang suka cari gara-gara.”
Label: Cerpen, Di manakah Jawaban Itu?
Click for Komentar