Cerita sebelumnya:
Cerpen: Sebuah Kasih di Ujung Senja (2)
Dua tahun telah terlewatkan ternyata Adi masih tetap berhubungan dengan Zahra. Tanpa aku ketahui Adi mengajak Zahra kerumah dan memperkenalkanmya padaku. Berat rasanya tanganku menerima uluran tangannya ketika Zahra mencoba untuk bersakaman denganku, akhirnya aku tnggalkan saja ia berdua dengan Adi di rung atamu. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku setelah Adi sujud dihadapanku untuk memohon sedikit seja hatiku tergerak menerima Zahra. Mengkin naluri seorang ibulah yang membuatku iba melihat Adi memelas hingga aku pun luluh.
Pada awalnya aku merasa kikuk jika aku harus berpura-pura baik pada Zahra namun demi Adi putraku aku rela melepas keegoisanku.
“Terima kasih ibu, sudah mau menerima Zahra meskipun aku tau ibu berat hati untuk ini semua”.
“Tidak, nak ibu yang salh mungkin ibu tidak bisa elihat Zahra dari segi positifnya”.
Sungguh apa yang aku katakan pada Adi adalh kebohongan besar kerena sebenarnya aku tidak rela dengan semua yang telah terjadi ini. Beberapa bulan telah berlalu hatiku mulai tertarik pada Zahra, entah papa yang telah ia lakukan hingga aku mulai kehilangan bila Zahra tidak datang keruma meski hanya hanya untuk menjengukku.
Suatu ketika aku menanyakan keadaan Zahra kepada Adi, “bagai mana kabar Zahra nak?”. Meskipun aku malu untuk menanyakannya.
“Baik, bu tapi semenjak dia menjalani ujian akhir dua minggu yang lalu aku sudah tau bagai mana keadaannya”, jawab Adi.
“Coba saja kau datang ke rumahnya siapa tahu dia sakit atau ada masalah lain.” Kataku.
Belum sampai aku menutup mulutku tedengar suara ketukan di pintu, Adi langsung membukakan pintu dan ternyata Zahra yang datang. Tidak seperti biasanya, dia datang dengan muka sedih dan air matanya pun menetes entah apa yang terjadi aku befikir dia butuh berdua saja dengan Adi, tanpa berfikir panjang aku tinggalkan saja mereka berdua.
Keesokan harinya adi menceritakan semua tentang apa yang terjadi pada Zahra. Ternyata keluarga Zahra tidak setuju denga Adi persis ketika aku tidak menyetujui Zahra namun alasannya berbeda. Keluarga Zahra berfikir bahwa Adi tidak akan mampu menghidupi Zahra kelak mereka mnikah. Oleh karena itu Zahra telah di jodohkan dengan laki-laki pilihan ibunya yang tak lain adalah seorang camat
Semenjak peristiwa itu Zahra tinggal di rumah bersama aku dan anak-anakku kecuali pak Kris suamiku karena ia telah tiada akibat penyakit jantung yang ia derita selama ini.Sewaktu Adi masih melanjutkan sekolahnya keperguruan tinggi. Denga kehadiran Zahra di rumah kami, ia memberi warna baru dalam kehidupan di keluarga kami ini. Mengapa tidak? Kerena Zahra adlah satu-satunya wanita yang menemani ku kapan saja ketika anak-anakku tidak ada di rumah. Sempat tefikir di benakku kalau ku nikahkan saja Zahra dengan Adi namun di sisi-sisi lain dalam kenyataannya Zahra masih duduk di bangku SMU dan masih kurang satu tahun lagi untuk lulus dari SMU.
Dua tahun telah berlalu itu artinya Zahra telah lulus dari SMU-nya ingin sekali aku bertanga pada Adi apa dia tidak ingin menikahi gadis yang telah lama dicintainya ini. Dan akupun tersentak ketika Adi teba-tiba ada didepanku dan bekata:
“Ibu, aku ....aku....ingin menikahi Zahra, aku ingin memperistri dia tapi aku tidak berani mengatakan pada ibu, aku tidak mampu untuk mengucapkannya disisi lain aku juga menunggu saat yang tepat untuk membicarakannya,...”
“Memang, saat ini adalah waktu yang tepat untuk membicaraka masalah ini karena ibu pikir juga begitu kamu segeramenikahinya, kerena selain Zahra sudah menyelesaikansekolahnya, tetangga juga sudah berfikiran negatif terhadap keluarga kita.”
Setelah pembicaraan itu beberapa bulan kemudian Adi dan Zahra menikah dengan semua restuku meskipun tanpa adanya restu dari keluarga Zahra aku percaya mereka akan hidup bahagia. Hanya yang aku sesalkan mereka memilih untuk tnggal dirumah mereka sendiri yang telah dimiliki oleh Adi dari hasil gaju ia menjadi seorang guru ia dapat membeli sebuah rumah yang sangat sedrhana dari menabung sedikit demi sedikit gajinya. Dan akupun baru mengetahui ketika setelah mereka menikah bahawa selama ini biaya uang SPP sekolah Zahra sepenuhnya di tanggung oleh Adi uang yang Adi peroleh pun dari Adi mengajar sebagi guru dan sebagian uang adi disisihkan untuk mnyekooahkan Zahra sampai lulus SMU.
Tanpa aku sadari kehidupan Adi dan Zahra jauh lebih baik dari yang aku bayangkan. Selain itu aku telah diberikan hadiah yang amat berharga, degan menjadi kepala sekolah di sebuah SMP sehingga kehidupan mereka berubah seketika hingga cucu pertamaku telah tumbuh dewasa dan mampu menjadi seseorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri jauh dari deerah mereka tinggal saat ini. Begitupu debgan cucu kedua dan ketigaku telah bersekolah tanpa harus mengalami hal yang sama seperti kedua orang tuanya.
‘Hingga akupun bisa beristirahat dengan tenang di alam Tuhan......”
Riadi Suhendra
Label: Awal Sebuah Cinta, Cerpen
Click for Komentar