So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 10/06/13 | @ 23.29

Rini anak dari keluarga yang hidupnya cukup sederhana. Ayahnya seorang guru SD, sedangkan Ibu Rini tidak punya pekerjaan tetap. Tetapi di rumah Ibu Rini berusaha membantu ayah Rini mencari nafkah dengan menerima pesanan roti sederhana. Walaupun hidup sederhana tetapi Rini dan seorang adiknya cukup bahagia.

Hari Senin Rini pulang dari sekolah tergesa-gesa sambil membawa tumpukan buku. Begitu sampai di rumah, tanpa mengganti seragam ia langsung saja menelungkup di kursi, di sebuah ruangan yang paling ia sukai. Tidak cukup luas memang, hanya berukuran 3x3 cm2, tetapi baginya itu merupakan tempat yang sangat sejuk, tenang dan bisa membuat pikirannya berkonsentrasi ketika ia mengerjakan tugas atau hanya membaca-baca sesuatu. Yah di situlah, di ruang tamu sekarang Rini membaca novel yang tadi di pinjamnya dari Kiki.

“Rini,” suara ibu memanggil dari ruang tengah.

“Sudah kamu antar pesanan kue Bu Brata?”

“Wah Rini lupa Bu,” jawab Rini enteng.

“Ya ampun Rini! Bu Brata akan ada acara keluarga malam ini. Dan Ibu sudah berjanji mengantarnya siang ini juga.”

“Ya, tapi kan Rini lupa…” jawab Rini lagi sambil meneruskan membaca novel.

Ibu muncul di belakang Rini. “Kok kamu jadi pelupa begitu?” Suara Ibu terdengar kesal. “Kemarain, waktu Ibu minta kamu memposkan surat buat om Hasan, kamu bilang lupa.membeli gula pasir di warung, kamu bilang lupa. Mengembalikan mangkuk sayur Bu Alin, kamu juga bilang lupa. Kamu memang tidak mau disuruh Ibu ya?” Tanya Ibu tajam.

Tidak biasanya Rini lalai akan kewajibannya sebagai seorang anak. Tetapi akhir-akhir ini ia memang jarang sekali mengindahkan perintah Ibu karena ia selalu membaca novel yang ia pinjam dari temannya. Maklum uang sakunya tidak cukup untuk membeli sebuah novel.

“Rini memang lupa kok Bu,” Rini mencoba membela diri.

“Lalu, pulang sekolah tidak ganti baju, tidak shalat, tidak makan siang, langsung baca novel begitu, apa juga lupa?” Ibu menyindir Rini.

Rini bangkit dengan enggan. Rasanya sayang menghentikan bacaannya. Karena rasa penasaran akan jalan ceritanya yang baru sedikit ia pahami. Tapi Ibu benar. Ia belum shalat, makan, dan malah belum berganti seragam.

Rini masuk ke kamarnya dan bergegas ganti baju dan langsung shalat. Ibu menyusulnya masuk ke kamar.

“Kalau masih lupa-lupa juga, mungkin kamu perlu ke dokter, supaya dikasih obat anti lupa.” Ibu rupanya masih jengkel.

Setelah Rini shalat, ia langsung makan siang. Melihat Rini selesai makan dan mencuci piringnya Ibu pun mulai tersenyum lagi.

“Ibu mau ke rumah Bu Brata dulu ya. Jangan bertengkar sama adikmu,”Ujar Ibu sambil membawa sekeranjang Roti. Aji menjulurkan lidahnya pada Rini dari seberang meja makan lalu mengedip-ngedipkan matanya dengan lucu. Rini malah jadi gemas melihat adiknya yang tembem itu.

“Oh ya, ibu punya dua roti di dapur, makanlah! Tapi jangan dihabiskan semua, sisakan satu untuk adikmu ya.”

“Iya Bu,” jawab Rini senang karena mendapat roti.

Rini jadi tidak enak hati. Ibu pasti capek memasak, membuat roti pesanan tetangga, sambil membenahi rumah selalu kotor dan berantakan karena tingkah Aji yang tak bisa diam. Belum lagi setiap pagi Ibu selalu mencuci dan menyetrika pakaian yang banyak.

Mungkin terkadang Ibu tidak sempat lagi membuat roti pesanan tetangga. Tapi Ibu tetap harus membuatnya, karena dari pesanan roti itulah Rini dan keluarganya bisa terus hidup dan bisa terus bersekolah.

Rini memang pantas tidak enak hati. Sebenarnya ia tidak lupa pada semua pesanan Ibu. Ia ingat, tapi malas. Sudah tiga hari ini ia mendapat pinjaman novel-novel dari Kiki. Cerita-ceritanya bagus sekali. Dan Kiki punya banyak majalah dan novel seperti itu di rumahnya. Jadi, Rini selalu ingin cepat-cepat pulang, menyelesaikan bacaan dan meminjam novel lainnya pada Kiki.

***

Label: ,