Cerita Sebelumnya:
Cerpen: Bintang Telah Memudar (2)
“Ada apa dengan Amel?”
“Amel sich, tidak apa-apa. Tapi aku yang apa-apa, karena selama ini aku Tak menyangka kalau aku sebenarnya suka sama Amel…, sejak kita mulai menginjak SMA.”
Dion kaget akan perkataan Adith, dan bagi Dion ucapan Adith seperti petir yang menyambar di siang hari.
“Dion gimana menurutmu tentang perasaanku ke Amel, apa yang harus aku perbuat?”
Dion hanya diam saja tak menghiraukan pertanyaan Adith, karena ia memang tak mampu untuk berkata-kata lagi, karena hatinya sudah hancur.
“Ion…, kenapa sich kamu kok hanya Diam saja dari tadi?” dan juga tak menjawab pertanyaan aku.”
“Aku hanya takut Dith.” Dion tak sadar bahwa ia sudah berkata salah pada Adith.
“Maksud kamu apa Ion?”
Dion terkejut akan pertanyaan Adith, Dion tak mau kalau Adith tau sebenarnya. bahwa Dion juga suka pada Amel, Dion pun segera meralat ucapannya.
“Eee…eee, maksudku…, aku takut kalau kamu menyatakan cinta ke Amel persahabatan kita akan pudar.”
“Ooo…,aku kira kamu takut apa?” iya sich…, aku juga sempat berpikir seperti itu. Tapi menurutku itu tidak mungkin terjadi. Kalau memang nantinya aku dengan Amel jadian, kamu akan menjadi sahabat yang terbaik bagi kami.”
“Apa kamu yakin, kalau Amel akan menerimamu?”
Adith pun lekas berpikir sejenak memikirkan perkataan Dion.
“Sebenarnya aku juga sempat ragu akan hal itu. Tapi, aku akan berusaha meyakinkan Amel, oia dan kamu juga harus mendukungku Ion.”
“I..i..iya, pasti Dith.” Dengan hati terluka Dion pun menyanggupi semua permintaan Adith.
Tidak lama kemudion Amel menyusul kedua sahabatnya itu. Dion dan Adith mengetahui kedatangan Amel, cepat-cepat Dion dan Adith bersikap biasa-biasa saja, seolah dibuat bahwa tidak ada pembicaraan yang serius diantara mereka.
“kalian kenapa, kok seperti itu melihat kedatanganku?” Tanya Amel pada kedua sahabatnya, yang sedang menatap Amel dengan serius.
“oh..nggak, nggak ada apa-apa.” Jawab Dion dan Adith.
“Oia, Dion kamu nggak marahkan sama kita?” Tanya Amel pada Dion.
“Marah? Ngapain aku marah sama kalian.”
“Sebab kamu cuek banget tadi sama kita, jadi aku pikir kamu marah sama kita.”
“Ya, enggaklah masa dengan sahabat sendiri harus marah.”
“Ha…ha…ha.” Kemudian Amel, Dion, dan Adith tertawa terbahak-bahak.
Lalu Adith teringat sesuatu, bahwa ia ingin menyatakan perasaannya pada Amel.
“Mel, aku ingin berbicara sesuatu denganmu.”
Suasana pun kembali sunyi, tak ada suara gurau dan tawa lagi. Yang terdengar hanyalah suara angin dan kesejukan daerah pegunungan.
“Mau, bicara apa Dith?”
Adith pun menarik tangan amel, diajaknya Amel agak menjauh dari Dion. Dion hanya diam saja dan menahan rasa sakit yang ada di hatinya, cepat-cepat Dion membuang muka dari Adith dan Amel lalu ia memandang luas perkebunan tanaman teh disekitar pegunungan.
“Kenapa, bicaranya harus menjauh dari Dion, Dith?”
“Karena aku hanya ingin bicara berdua dengan kamu.”
“Apa maksudmu, Dith?” tegas Amel.
“Amel, aku akan jujur ke kamu. sebenarnya aku…aku…aku….”
“Aku…aku…aku, aku kenapa Dith?” Amel semakin penasaran kepada Adith.
“Aku…Aku cinta sama kamu Mel, dan apakah kamu mau menerima cintaku ini?”
Label: Bintang Telah Memudar, Cerpen
Click for Komentar