Cerita Sebelumnya:
Cahaya Rani (2)
Keesokan harinya Rani mengerjakan tugas sesuai petunjuk dari Ijah, ia mengerjakan dengan baik, setiap hari pekerjaan hanya bersih-bersih di pagi hari dan sore hari. Pada suatu hari, saat Rani bersih-bersih ruang kerja tuannya Rani menemukan gambar-gambar sketsa sebuah gedung. Rani terus mengamati gambar-gambar itu sambil berimajinasi bahwa kelak dia menjadi seorang arsitek. Namun lamunannya itu ia bubarkan karena ia tahu tidak mungkin menjadi arsitek. Dalam hatinya kini hanyalah seorang pembantu. Kemudian ia meneruskan pekerjannya. Pada malam harinya, Rani mencoba membuat sketsa seperti yang dilihatnya di ruang kerja tuannya. Setiap malam Rani mencoba membuat sketsa dengan pola bangunan yang berbeda-beda. Lama kelamaan Rani merasa senang dengan sketsa-sketsa buatannya itu. Ia terus berusaha memperbaiki sketsa-sketsa itu. Ijah yang perhatian kepada Rani, merasa aneh dengan kegiatan Rani setiap malam, tidak tahan karena penasaran Ijak pun bertanya kepada Rani,” Buat apa kamu Ran?”.” Oh...ini mbak iseng aja, kemarin waktu bersih-bersih ruang kerja bapak, saya lihat sketsa miliknya tuan, lalu saya coba-coba membuat, e...jadinya ya kayak gini mbak” Jawab Rani.” O... gitu toh, bagus ya Ran, kamu pinter gambar ya”, puji Ijah.” Enggak kok mbak, ini juga cuma iseng”.
“Ran....Rani...” terdengar suara majikannya memanggil,” Iya bu” Rani segera keluar kamar sampai di pintu kamarnya ibu bertemu dengan Rani,” Ran kamu dan ijah belikan bapak kue, di market ya! Perintah tuannya itu,” Iya bu” Ibu yang mengamati kamar rani, kemudian menanyakan sketsa apa itu Ran? Tanya tuan Rani,” Oh... itu bu, itu saya iseng waktu membersihkan ruang kerja bapak, saya lihat sketsanya bapak, lalu saya coba-coba membuatnya, jawab Rani dengan takut, ia takut kalau-kalau ibu tidak percaya dan kemudian mengusirnya.” Coba ibu lihat, boleh kan ibu lihat?” tanya ibu kepada Rani.” Iya bu, silahkan”. Setelah melihat-lihat sketsa itu, ibu berkata,” Seharusnya kamu beritahukan ke bapak kalau kamu bisa gambar. Ya sudah kamu beli kue sama Ijah, sketsa-sketsa ini ibu tunjukkan ke bapak, boleh?” tanya nyonya muda itu.” Iya bu silahkan”, kata Rani, kemudian bergegas melaksanakan tugasnya.
Sesampainya di rumah, Rani memberikan kue pesanan tuannya,” Ini pak, bu”, kata Rani.” Iya Ran terima kasih”, kata ibu majikannya.” Ran sebentar, ini gambar kamu sendiri?” Tanya tuannya.” Iya pak”, jawab Rani.” Ran kamu sebenarnya punya bakat, kamu mau bantu saya ngerjain gambar-gambar proyek yang saya kerjakan?” Rani bingung,” Iya pak tapi apa saya bisa?”.” Saya yakin kamu bisa, kamu hanya bantu bapak kok, nanti dari hasil kerja kamu dapat tambahan gaji, dari pada bapak menggaji orang lain kan lebih baik kamu saja yang membantu bapak, bagaimana kamu mau?” Tawar ibu.” Iya bu saya mau”, ucap Rani.” Baik jika begitu besok pagi kamu ikut bapak ke proyek dan membantu bapak menggambarkan sketsa bangunannya.” Baik pak, terima kasih pak, bu”. Dengan bahagia Rani meninggalkan kedua majikannya itu. Dalam hatinya ia bersyukur, karena dia diberi kesempatan lebih untuk jadi lebih baik.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Rani segera bangun kemudian dia bergegas mengerjakan tugasnya seperti biasa. Ia segera menyelesaikan tugasnya karena ia ingin saat tuannya memanggil Rani dan mengajaknya untuk berangkat ke proyek ia sudah siap. Setelah selesai sarapan tuannya memanggil Rani dan mengajaknya untuk segera berangkat ke proyek. Sesampainya di proyek Rani merasa kagum ia mengerti bahwa kesehariannya adalah seperti itu. Kemudian tuannya menjelaskan tugas-tugasnya dan Rani menerimanya, dalam hati ia berjanji akan berusaha. Setelah 4 bulan sketsanya telah selesai dibuatnya ia serahkan kepada tuannya, tuannya merasa senang hasil sketsa Rani bagus. Rani mendapatkan gaji dari hasil jerih payahnya itu. Ia mengucapkan terima kasih kepada tuannya. Malam itu juga ia menulis surat untuk orang tuanya. Dalam surat itu ia mengatakan bahwa keadaannya baik-baik saja, tuannya baik, dan dia juga menceritakan pekerjaannya yang baru. Selain surat itu, Rani juga mengirimkan uang untuk orang tuanya. Rani berharap uang itu bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk modal usaha.
Setiap harinya Rani mengerjakan pekerjaan ganda. Pada pagi hari hingga sore hari, Rani mengerjakan tugas rumahnya. Pada malam harinya ia mengerjakan sketsa untuk tuannya. Begitulah kesehariannya. Tak lupa pula Rani selalu mengirimkan uang untuk orang tuanya. Satu tahun sudah Rani bekerja di Surabaya. Ia meminta ijin kepada tuannya untuk berkunjung ke rumah orang tuanya, tuannya mengijinkan, ia diberi waktu selama 2 minggu. Tiba saatnya untuk berangkat, Rani pun berangkat dengan gembira. Di dalam bis ia mengingat masa-masa keberangkatannya 1 tahun yang lalu. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melewati jalan itu. Jalan itu yang menghubungkannya dengan kedua orang tuanya. Ia sangat gembira karena sebentar lagi ia bertemu dengan orang tuanya. Tak terasa bus yang ditumpangi Rani melaju dengan cepat, dan sampailah ia pada gang depan rumahnya. Dengan hati berdebar Rani pun melangkah. Sampai di depan rumahnya. Ia merasa terharu, rumahnya sungguh sangat berbeda jauh keadaannya dengan rumahnya yang dulu. Sekarang di depan rumah sudah ada sebuah toko kecil yang menjual kebutuhan sehari-hari. Kemudian ia masuk dan memanggil ibunya,” mak, Rani pulang mak”, emak yang dipanggilnya itu bangkit dari duduknya dengan mata berlinang air mata. Ia berlari memeluk anaknya, seraya berkata,” Ran, kamu pulang nduk? Kamu baik-baik saja kan?”, Rani yang terharu membalas pelukan ibunya seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Selang beberapa saat Rani bertanya” mak, bapak mana?”, “Itu bapakmu di rumah nduk, lagi bungkus gula, ayo kita masuk” ajak emak. Bapak Rani yang duduk sambil menimbangi gula, bangkit setelah melihat kedatangan anak satu-satunya itu.” Rani, nduk kamu baik-baik saja to nduk?” tanya bapaknya.” Iya pak, Rani baik-baik saja”. Setelah berbincang-bincang sejenak dengan kedua orang tuanya, emaknya menyuruh Rani untuk istirahat. Rani pun bangkit menuju kamarnya sambil istirahat, Rani memikirkan tentang kehidupan orang tuanya, dia bersyukur karena kehidupan orang tuanya sudah jauh lebih baik daripada 1 tahun yang lalu. Ia bahagia, sangat bahagia.
Hari-hari di rumahnya, ia lalui dengan sangat bahagia, bahkan Rani sempat berfikir ia tidak ingin kembali ke Surabaya lagi. Ia ingin tetap di desa, menemani orang tuanya, membantu orang tuanya. Namun ia tidak berani berkata seperti itu, karena ia tahu kalau bapaknya sudah pasti tidak setuju. Pada suatu hari saat menjaga toko bersama, emaknya berkata,” Ran kamu jangan kembali ke Surabaya ya? Emak masih kangen sama kamu, kamu kan bisa bantu-bantu emak di sini, jaga toko, ya Ran?” rajuk emaknya,” Iya mak Rani sebenarnya juga ingin begitu, tapi pasti bapak tidak mengijinkan iya kan mak?” kata Rani.” Ya sudah yang penting kamu setuju dulu, bapak nanti kita bujuk ya?” kata emak menenangkan. Saat berkumpul Rani dan emak mencoba mengungkapkan keinginannya itu. Namun bapak tetap bersikeras tidak setuju.” Kamu itu sudah dapat kerjaan yang baik di Surabaya kok tetap tidak ingin melanjutkan kerjamu, mau jadi apa kamu di desa ini? Hm?”, mendengar kata-kata bapaknya Rani dan emak hanya terdiam ia hanya menurut kepada bapaknya itu. Waktu dua minggu cepat sekali berlalu, kini tiba waktunya untuk dia berangkat ke Surabaya, dengan tangis air mata emaknya, Rani diantar.
Saat berpamitan Rani meminta satu hal kepada emak dan bapaknya.” Mak, pak Rani kok kangen adek ya?” Emak dan bapak tersenyum,” kamu itu kok aneh-aneh”, kata bapaknya. Kemudian Rani naik bus, di bus dia mengingat kehidupannya selama 2 minggu yang lalu, ia merasa sangat bahagia. Di sela-sela lamunan Rani,” Braaakkk....”, bus yang ditumpanginya mengalami tabrakan dengan tangki pertamina. Dalam kecelakaan itu tidak ada seorang pun yang selamat. Rani meninggal dengan tenang. Ia telah melihat kedua orang tuanya bahagia. Itulah cita-citanya, layaknya sebuah lilin yang rela berkorban, habis dan meleleh demi memberikan sebuah penerangan kecil.
By: Ela Fitriani Nuhana
Label: Cahaya Rani, Cerpen
Click for Komentar