So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 15/06/13 | @ 10.03

Cerita sebelumnya:


Dilema Cinta (7)

Malam ini aku bertunangan dengan Cindy. Kami tampak seperti seorang pangeran dan putri. Aku mengenakan jas hitam dan Cindy terlihat cantik dan anggun mengenakan gaun berwarna putih. Banyak rekan bisnis ayah yang datang ke pesta ini. Cindy juga mengundang banyak temannya, sedangkan aku hanya mengundang teman terdekatku. Sebenarnya aku tidak begitu menikmati pesta ini.

“Hay Ega! bagaimana kabarmu” Aku terkejut dengan sapaan Desta.

Hampir setahun aku tidak bertemu dengannya. Semenjak dia menikah, dia pindah bersama istitrinya ke kota hujan. Mertuanya menghadiahkan sebuah rumah di sana. Sekarang istrinya sedang hamil lima bulan. Kami berdua saling melepas rindu. Desta bercerita tentang kehidupannya sekarang. Dia begitu bahagia dengan keluarga barunya. Aku sempat iri dengan Desta, aku juga ingin bisa menjalanai hari-hariku seperti dia. Tiba-tiba, bruuggh….

Ayah jatuh pingsan. Bunda berteriak memanggil ayah. Semua tamu terkejut, aku pun juga demikian. Sakit jantung ayah kambuh lagi. Tiga tahun yang lalu dokter menyatakan bahwa ayah mempunyai masalah dengan kesehatan jantungnya, dia tak boleh terlalu lelah dan memikirkan masalah yang berat. Acara pertunanganku terpaksa dihentikan. Kami segera membawa ayah ke rumah sakit. Semua orang mencemaskan keadaan ayah. Bunda memutuskan untuk menemani ayah selagi dia dirawat di rumah sakit.

Tiga hari ini kondisi ayah semakin menurun. Bunda semakin khawatir dengan keadaan ayah. Sepulang dari kantor, aku dan Cindy menjenguk ayah di rumah sakit. Kulihat bunda dengan setia berada di samping ayah. Bunda terlihat sangat lelah. Mungkin semalaman bunda tidak tidur. Aku terharu dengan bunda, walaupun bunda sering disakiti ayah, tapi bunda tak pernah dendam. Aku pergi ke kantin untuk membelikan bunda dan cindy minuman.

Aku memesan kopi dan teh hangat. Saat aku berbalik, tiba-tiba seorang dokter muda menabrakku dan menumpahkan kopi dan teh yang aku bawa. Aku ingin memarahinya, tapi saat kutatap wajah dokter itu, rasa amarahku hilang. Aku terpanah melihatnya. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat.

“Amel?” Sapaku.

“Ega? Bagaimana kabarmu?” Amel tersenyum manis padaku. Kulihat dia juga sama terkejutnya seperti aku.

“Kabarku baik Mel, kamu sendiri bagaimana? Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”

“Kabarku juga baik Ga. Aku sekarang bekerja di rumah sakit ini. Kamu sendiri sedang apa di sini?” Tanya Amel dengan heran.

“Ayahku sakit Mel”

“Sakit apa Ga?”

“Dia sakit jantung”

Aku melanjutkan mengobrol dengan Amel. Ternyata sekarang Amel sudah menjadi seorang dokter gigi. Aku terus memperhatikannya. Amel tak begitu banyak berubah, dia masih seperti Amelku yang dulu. Amel yang cantik dan Amel yang selalu ceria. Hanya saja sekarang dia terlihat sedikit dewasa, sifat manja dan kekanak-kanakannya dulu tak kulihat lagi pada diri Amel sekarang. Ingin rasanya aku memeluknya dan membelai rambutnya seperti dulu, tapi aku tak bisa. Aku sudah menyakiti hatinya.

“Ega! Lama banget sih beli minumnya!” Cindy tiba-tiba muncul di depanku.

“Cindy?!” Aku masih terkejut dengan kedatangannya.

“Ini siapa Ga? Teman kamu ya?”

Aku bingung harus menjawab apa pada Cindy,” E….ini Amel Cin, teman lamaku”

“Hai aku Cindy, tunangan Ega” Cindy mengulurkan tangannya.

“Aku Amel, teman lama Ega” Amel menjabat tangannya dengan senyum terpaksa.

“Ga, aku harus kembali kerja. Aku pergi dulu ya. Senang bisa bertemu denganmu.”

Amel melangkah pergi meninggalkanku. Aku tahu pasti Amel terkejut mendengar pengakuan Cindy. Aku telah membuat dia sakit hati lagi.

Setelah Amel pergi, aku dan Cindy kembali memesan kopi dan teh hangat. Kemudian kami kembali ke kamar. Cindy terus bertanya tentang amel, tapi aku tidak banyak menjawab pertanyaannya. Sepertinya Cindy cemburu dengan Amel. Saat aku membuka pimtu kamar, kulihat suster menutup wajah ayah dengan selimutnya. Bunda yang ada disampingnya menangis tersdu-sedu. Ayahku telah tiada…….

***

Semenjak kepergian ayah, suasana di rumah menjadi sunyi. Aku tak pernah mendengar pertengkaran orang tuaku. Aku juga tidak pernah lagi melihat bunda menangis karena dipukul ayah. Hanya sesekali aku melihat bunda menangis karena merasa kehilangan ayah. Entah kenapa aku terus memikirkan Amel. Aku mencari informasi tentang Amel dan kudengar semanjak aku memutuskannya, Amel tak pernah menjalin hubungan dengan lelaki lain.

Malam ini Cindy dan keluarganya berkunjung ke rumahku untuk membicarakan tentang pernikahan kami. Aku bingung harus berbuat apa. Aku tidak bisa menikah dengan Cindy, karena aku masih sayang pada Amel.

“Maaf Om! Saya tidak bisa menikah dengan Cindy.” Semua orang kaget mendengar kata-kataku.

“Ega, kamu ngomong apa!” Cindy marah padaku.

“Maaf Cin, aku benar-bena tidak bisa menikah denganmu.” Ku pertegas kata-kataku

“Kamu bercanda kan Ga?” Cindy masih tak percaya.

“Aku serius Cin. Aku mencintai orang lain. Maafkan aku.”

“Ega!” Bunda menegurku.

“Iya bunda, Ega masih sayang Amel dan belum bisa melupakannya.”

“Kamu jahat Ga!” Cindy menangis dan memukulku.

“Ini suatu penghinaan bagi keluarga kami.”

Ayah Cindy marah padaku dan mengajak Cindy dan mamanya pergi meninggalkan rumahku. Mungkin mereka tidak akan pernah memaafkanku, tapi inilah resiko yang harus aku terima. Aku hanya ingin menentukan pilihanku sendiri.

“Bunda, maafkan Ega! Ega tidak bisa menikah dengan Cindy.”

“Apa kamu benar-benar sayang dia nak?” Bunda bertanya padaku dengan lembut dan bijaksana.

“Iya bunda! Ega masih sayang Amel. Aku berharap bunda mau merestui hubungan kami.” aku memohon pada bunda.

“Kalau kamu bisa bahagia bersamanya, bunda restui nak.” Bunda tersenyum sambil mengelus rambutku. Aku memeluk bunda dan berterima kasih padanya..

Malam itu juga aku pergi ke rumah Amel. Aku terlalu bahagia karena mendapat restu dari bunda. Setelah sampai di depan rumahnya, aku segera mengetuk pintu rumahnya. Tak lama kemudian Amel membuka pintu. Amel terkejut dengan kedatanganku yang tiba-tiba.

“Amel!”

“Ega, kamu ngapain malam-malan ke rumahku?”

“Aku sayang kamu Mel!” kupeluk Amel dan rasanya tak ingin aku melepas pelukan ini.

“Ega!”

“Aku sayang kamu Mel!”

“Aku juga Ga!”

* * * * *
T A M A T

By: Elisa Maharani

Label: ,