So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 15/06/13 | @ 09.54

Cerita sebelumnya:


Dilema Cinta (3)

Tiga hari ini aku lalui hari-hariku dengan Amel. Aku senang bisa belajar bersama Amel. Amel mengajariku matematika, pelajaran yang aku benci. Pelajaran yang membuat aku harus memilih jurusan IPS, karena aku tak ingin bertemu dengan matematika di kelas tiga. Aku tak banyak mengajari Amel, karena Amel lebih pandai dariku. Aku ingat, sewaktu SMP dia selalu mendapat juara.

Hari ini aku bangun lebih awal. Jam lima alarmku sudah membangunkanku. Amel juga menelponku, dia takut kalau aku terlambat. Setelah mandi aku mempersiapkan peralatanku. Aku tak ingin ada sesuatu yang tertinggal. Sebelum berangkat aku berpamitan kepada orang tuaku.

Jam 6 aku sudah berangkat bersama Desta. Aku tak ingin hari pertama ujian aku terlambat. Tapi hari ini aku sial. Karena ingin cepat sampai, Desta menerobos lampu merah. Desta pikir ini masih pagi dan jalanan juga masih sepi, jadi tak ada polisi yang berjaga. Tapi dugaan Desta salah. Tiba-tiba di belakang mobil kami, ada seorang polisi yang membuntuti kami. Kami berhenti, polisi itu memeriks Desta dan memberinya surat tilang. Kami sempat berdebat beberapa menit dan berkata kalau kami hari ini ada ujian. Akhirnya polisi itu tak jadi memberi kami surat tilang setelah Desta memberinya uang tujuh puluh ribu. Kami datang tepat jam 7. Semua anak sudah berada di tempat duduknya dan sudah siap mengerjakan soal ujian.

Aku duduk di depan dekat dengan pengawas, membuatku tidak nyaman. Soal-soal yang diberikan membuat aku pusing. Padahal tiga hari ini aku sudah belajar, tapi hanya setengah yang bisa aku kerjakan. Aku tak bisa menyontek teman di sampingku, karena soal kami berbeda. Walau aku tak bisa, tapi aku harus mengerjakannya sendiri. Aku ingat Amel pernah berkata, kalau kita harus percaya dengan kemampuan kita sendiri.

Setelah hampir 3 jam, aku keluar dari ruangan. Kulihat Desta keluar dengan wajah tanpa beban. Aku tak begitu yakin kalau dia bisa menyelesaikan soal-soal itu, karena selama ini prestasinya lebih buruk dari pada aku.

“Gimana tadi? Kamu bisa ngerjain semua soal-soalnya nggak?” tanyaku pada Desta

Dengan ringan Desta menjawab,” Ya… begitulah.”

“Tumben kamu bisa ngerjain semua? Dapat feeling dari mana?”

“Namanya juga DESTA, pasti punya 1001 cara dong!” Desta sedikit menaikan alisnya dan tersenyum padaku.

“Memang kamu pakai cara apa?” Tanyaku penasaran.

“Tadi aku dapat jawaban dari temanku, dia ngirim jawabannya lewat sms”

“Apa? Kamu tadi smsan? Memangnya kamu tidak takut ketahuan?”

“Takut sih, tapi aku kan duduk di belakang, jadi aku sedikit bebas.”

Aku tak menyangka Desta bisa menjawab semua soal karena mendapat jawaban dari temannya. Desta memang cerdik untuk urusan seperti ini. Kami langsung pulang. Aku tak menemui Amel, karena tempat ujian kami berbeda. Sesampainya di rumah aku langsung menelpon Amel.

“Hallo, assalamu’alaikum”

“Walaikum salam” Seseorang menjawab salamku, sepertinya mama Amel yang menerima telponku.

“Amel ada tante?”

“Oh, Amel? Tunggu sebentar ya, tante panggilkan,”

Tak lama kemudian aku mendengar suara Amel yang lembut,” Hallo, ini siapa ya?”

“Ini aku Mel”

“Ega? Gimana tadi? Kamu bisa mengerjakan soal ujiannya nggak?” Ternyata Amel mengenali suaraku.

“Soalnya sulit-sulit Mel, kalau kamu gimana?”

“Alhamdulillah aku bisa. Ya sudah, jangan telalu dipikirkan. Lebih baik sekarang kamu belajar untuk ujian besok. Aku doakan moga besok kamu bisa mengerjakan”

“Iya Mel, makasih ya”

“iya, sama-sama”

“Assalamu’alaikum”

“Walaikum salam”

Setelah menelpon Amel aku langsung belajar. Aku ingin besok bisa mengerjakan semua soal-soal ujian. Kehadiran Amel membuat aku lebih bersemangat.

* * * * *
B E R S A M B U N G

Label: ,