So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 15/06/13 | @ 09.56

Cerita sebelumnya:


Dilema Cinta (4)

Setiap hari aku selalu terbayang Amel. Aku semakin bahagia karena tiga hari yang lalu Amel mau menerima cintaku. Ternyata diam-diam sejak SMP Amel juga menaruh hati padaku, tapi dia malu untuk mengungkapkannya. Kehadiran Amel membuat hidupku berubah. Aku menjadi lebih bahagia, walaupun hampir setiap hari aku mendengar pertengkaran orang tuaku. Kecanduanku pada serbuk putih itu juga sudah hilang. Amel telah menyadarkanku.

Hari ini aku berencana untuk pergi ke rumah Amel. Aku harus tampil semenarik mungkin di depan kedua orang tua Amel. Aku ingin bisa mengambil hati kedua orang tuanya. Aku bingung memilih baju yang akan ku pakai nanti. Semua baju di lemariku, aku acak-acak. Setelah hampir setengah jam, aku menemukan baju yang ku kira cocok. Aku memilih kemeja warna biru,cocok dipadukan dengan celana jeansku. Kusisir rambutku serapi mungkin, aku juga tak lupa memakai minyak wangi.

Jam 4 sore aku pergi kerumah Amel, sebelum kerumah Amel aku mampir ke toko buah untuk memberinya oleh-oleh. Aku tak ingin kelihatan buruk di depan mereka.

Aku sudah sampai di depan rumah yang berwarna hijau, sederhana, tidak begitu luas, tapi tatanan rumahnya sangat bagus. Tamannya dihiasi bunga-bunga yang indah dan sangat terawat. Dengan perasaan yang gerogi, aku beranikan untuk mengentuk pintu rumahnya. Tak lama seorang gadis kecil berlesung pipit membukakan pintu. Dengan suaranya yang menggemaskan dia mempersilakanku untuk duduk di rung tamu.

Amel tampak cantik mengenakan baju berwarna merah muda dan rambut yang terurai. Dia menemuiku dengan ditemani gadis kecil tadi. Rupanya gadis kecil itu adalah adik Amel, mereka berdua sama cantiknya.

“Gimana tadi? Nggak susah kan cari alamat rumahku?”

“Nggak susah kok. Ini adik kamu ya?” tanyaku sekedar basa-basi.

“Iya, ini adikku”

“Adiknya nggak kalah cantik dengan kakaknya ya?” Amel hanya tersenyum manis dan meninggalakanku berdua bersama adiknya.

“Adik namanya siapa?”

“Amanda Putri Setyawati” jawabnya sambil malu-malu.

“Sudah kelas berapa dik?” aku mencoba mengambil hati adiknya.

“Kelas tiga SD”

“Duh, pasti kamu pinter seperti kakakmu.”

Tak lama Amel kembali dengan membawa teh hangat dan memperkenalkanku pada orang tuanya. Aku sedikit gerogi. Kurasakan tanganku basah. Tanganku sedikit gemetar saat ayahnya menjabat tanganku. Ku beranikan diriku untuk berbicara dengan orang tuanya. Aku tak menyangka, keluarganya begitu ramah kepadaku. Suara ayahnya tegas, namun bijaksana. Aku menemukan figur seorang ayah pada dirinya, yang selama ini tak pernah aku temukan pada diri ayahku. Mamanya ramah dan murah senyum. Sesekali kami bercanda. Sungguh aku tak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini. Indahnya dan bahagianya bila punya keluarga seperti ini. Dalam hatiku aku sempat iri kepada Amel. Aku ingin punya keluarga seperti ini. Keluarga yang bisa saling menyayangi, saling mengerti, dan bisa saling berbagi.

Aku bahagia bisa mengenal Amel dan keluarganya. Tak terasa sudah jam 8. aku berpamitan untuk pulang. Dengan hati gembira aku melangkah pulang. Sampainya di rumah, aku jadi terasa asing. Yang kurasakan berbeda sekali dengan saat di rumah Amel. Di rumah yang besar ini aku merasa sendiri dan kesepian. Ayah jarang berada di rumah. Tapi apapun yang terjadi aku harus mensyukuri semua itu. Ya, itu yang selalu di katakana Amel padaku.

Aku lelah sekali, kubiarkan tubuhku berbaring di atas tempat tidurku. Aku ingin cepat-cepat tidur. Karena besok pagi aku mau melihat pengumuman. Semoga aku lulus SPMB.

***

Jam 7 aku sudah menanti tukang Koran di rumahku, tapi sampai jam 7.30 tukang koran langganan ayahku belum juga datang. Mungkin karena hari ini ada pengumuman lulus SMPB jadi dia sedikit terlambat. Dengan sabar dan hati deg-degan aku menanti tukang koran itu. Jam delapan lewat sepuluh menit tukang koran itu datang ke rumahku. Cepat-cepat aku memperlihatkan koran itu kepada bunda. Pelan-pelan kubuka dan dengan teliti kucari namaku. Aku tak menemukan namaku, ku cari lagi dengan lebih teliti. Tapi aku tetap tidak menemukannya. Aku malah menemukan nama Desta tertampang jelas di koran itu. Setelah itu nama Amelia Putri Setyawati kubaca. Mereka berdua lulus. Hanya aku yang tak lulus. Bunda sedikit kecewa, tapi bunda tidak memarahiku.

Aku tak bisa percaya, kali ini Desta mengalahkannku. Dia bisa masuk di universitas negeri. Tiba-tiba telepon rumahku berdering. Aku agak malas mengangkatnya, tapi lama-lama aku tidak tahan dengan suaranya yang berisik.

“Hallo, assalamu’alaikum” ku dengar suara Amelia

“Walaikum salam” kujawab dengan nada yang datar.

“Kamu kenapa Ga? Kelihatannya kamu tidak bersemangat hari ini?”

“Nggak ada apa-pa kok Mel, aku cuma rada malas aja. Oh iya, selamat ya! Kamu lulus ujian SPMB”

“Iya, makasih ya. Ini semua juga berkat doamu. Gimana kamu?”

“Aku tidak lulus Mel”

“Ya sudah, jangan bersedih ya. Tuhan pasti memberi yang terbaik buat kamu.Setelah ini apa rencanamu Ga?” Amel mencoba menghiburku.

“Mungkin aku akan daftar di universitas swasta”

“Ya sudah, kamu jangan bersedih lagi ya.”

“Iya Mel”

“Ya sudah. Belajar yang rajin ya! Assalamu’alaikum”

“Walaikum salam”

* * * * *
B E R S A M B U N G

Label: ,