So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 15/06/13 | @ 09.58

Cerita sebelumnya:


Dilema Cinta (5)

Tak terasa kami sudah masuk tahun ajaran baru. Amel dan Desta satu universitas. Amel mendapat beasiswa dan mengambil jurusan kedokteran, sedangkan Desta mengambil jurusan teknik mesin. Aku sendiri diterima di universitas swasta terbaik di kotaku. Aku mengambil jurusan ekonomi, karena aku ingin meneruskan bisnis ayahku.

Walau aku dan Amel tidak bisa bersama-sama dan kami di sibukkan oleh jadwal kuliah yang padat. Tapi setiap akhir pekan kami selalu meluangkan waktu bersama. Pergi berdua ke tempat yang romantis. Menghabiskan akhir pekan berdua. Terkadang kami juga pergi jalan-jalan bersama Amanda. Pergi ketempat-tempat wisata. Kami seperti sepasang suami-istri yang sedang mengasuh anaknya. Dalam hati aku tertawa. Aku merasa bahagia dengan semua ini dan aku sangat bersyukur. Semakin hari aku semakin sayang padanya. Aku tak ingin berpisah dengannya. Aku ingin selamanya bisa selalu mendampingi hari-harinya.

Aku ingin memperkenalkan Amelia pada keluargaku. Aku ingin orang tuaku merestui hubungan kami. Suatu malam aku mengajak Amelia berkunjung ke rumahku. Aku memberanikan diri memperkenalkan Amelia kepada orang tuaku. Aku tak tahu tanggapan apa yang akan mereka berikan nanti.

Jam tujuh lewat seperempat aku sampai di depan rumahku. Aku menekan bel rumahku dengan rasa takut. Amel menatapku dengan perasaan cemas. Aku hanya bisa tersenyum padanya untuk meyakinkan dia. Cukup lama aku menunggu di luar pintu bersama Amel, tiga menit kemudian bibi membukakan pintu dan menyuruh kami masuk.

Amel tak berani jauh-jauh dariku, karena dia tahu tentang semua masalah yang ada di rumah ini. Aku melihat rasa takut di wajahnya. Aku ingin meyakinkan dia, tapi mungkin itu sia-sia. Sepertinya orang tuaku tidak begitu senang dengan Amel. Bunda menatap Amel dengan raut wajah yang tak begitu ramah. Bunda tidak banyak bicara, dia lebih banyak diam sambil menatap kami, sedangkan ayah hanya menemui kami sebentar. Setelah mempersilahkan Amel minum, ayah langsung pergi meninggalkan kami.

Hampir satu jam Amel di rumahku. Rupanya dia tak betah ingin cepet-cepet pulang.. Aku merasa bersalah pada Amel, aku tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya Amel memberanikan diri untuk bermapitan pulang. Aku meminta ijin kebunda untuk mengantarkan Amel pulang. Bunda tak memberiku senyum saat aku pergi mengantar Amel pulang.

Di jalan Amel hanya diam. Aku menjadi semakin bersalah padanya. Aku tak tahu harus berbicara apa padanya.

“Ega, sepertinya orang tuamu tidak begitu senang padaku” tiba-tiba Amel berbicara padaku dengan raut wajah sedih. Aku tak tahu harus menjawab apa.

“Ega, kenapa kamu diam?”

“Tidak Mel, mungkin mereka hanya kaget dengan kedatangan kita yang mendadak” aku mencoba untuk menenangkan hatinya.

“Tapi aku merasa sikap orang tuamu tidak begitu ramah padaku”

“Sudahlah Mel, jangan terlalu dipikirkan. Aku akan berusaha untuk membujuk mereka.”

“Tapi aku takut Ga! Seandainya orang tuamu tidak merestui kita, apa kamu akan meninggalkanku? Aku tidak ingin berpisah darimu Ga!.”

“Aku juga tidak ingin berpisah denganmu Mel. Aku sayang kamu” kukecup keningnya dan kubelai rambutnya.

“Sekarang lebih baik kamu masuk ke rumah, setelah ini kamu langsung tidur ya”

Amel hanya menganggukkan kepalanya dan segera masuk ke rumahnya tanpa menoleh padaku.

Hari ini merupakan hari yang paling melelahkan. Aku tak tahu apa yang akan terjadi sesampainya aku di rumah. Aku tidak pernah menyangka kalau orang tuaku tidak menyukai hubungan kami, terutama bunda. Selama ini aku selalu menceritakan pada bunda tentang hubunganku dengan Amel dan bunda tak marah padaku. Tapi kenapa tadi sikap bunda berubah? Aku sungguh bingung.

Rupanya ayah dan bunda sudah menungguku. Setiba di rumah, ayah menyuruhku untuk duduk di kursi ruang keluarga. Tempat biasanya kami sekeluarga menonton tv . Aku tak berani menatap wajah mereka, aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Karena aku tahu pasti mereka akan marah padaku.

“Ega, apa kamu serius dengan gadis tadi?” Ayah langsung menanyakan hubunganku dengan raut wajah yang tak begitu senang.

“Iya yah. Ega sangat sayang dia” Kuberanikan diriku untuk menjawab pertanyaan ayah.

“Ayah tak suka kamu berhubungan dengan dia” Ayah berkata dengan tegas.

“Tapi kenapa yah? Kenapa ayah melarang Ega? Apa alasannya yah?”

“Dia tak pantas untuk menjadi anggota keluarga kita. Dia tak sederajad dengan keluarga kita. Kau lihat tadi, pakaian yang dia pakai terlalu sederhana. Ayah tak suka itu”

“Tapi yah, Ega benar-benar sayang dia.”

“Sudah ayah bilang, ayah tidak suka. Jauhi gadis itu! Apa kamu tidak mau mendengarkan kata-kata ayah” Ayah membentakku.

“Kalau kamu tidak mendengarkan kata-kata ayah, kamu boleh pergi meninggalkan rumah ini” Ayah pergi ke kamarnya dan meninggalkanku berdua bersama bunda dengan rasa marah.

“Sudah Ega, jangan membantah kata-kata ayahmu” bunda mulai berbicara padaku.

“Tapi bunda, Ega benar-benar sayang dia” aku merenggek pada bunda, berusaha meluluhkan hatinya.

“Bunda tidak bisa membantumu. Lebih baik kamu mendengar apa kata ayahmu. Masih banyak gadis yang lebih cantik dari dia dan sederajad dengan kita.”

“Bunda……” aku memelas pada bunda.

“Lupakan dia nak. Jangan pernah kamu membantah ayah. Bunda tidak ingin kamu pergi dari rumah ini. Bunda sayang kamu.” Bunda mencoba membujukku.

Setelah itu aku langsung pergi ke kamar. Ku kunci pintu kamarku, karena aku tidak ingin ada seseorang yang masuk kamarku saat ini. Aku ingin sendiri. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku sayang Amel, tapi aku juga sayang bunda. Aku tidak ingin membuat bunda sedih. Kalu aku memilih untuk tetap bersama Amel, pasti bunda akan sedih dan ayah akan terus menyalahkan bunda karena pilihanku ini. Tapi aku merasa bahagia bersama Amel. Aku merasa benar-benar punya keluarga. Aku benar-benar bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Aku bingung harus memilih mana. Masalah ini membuat aku benar-benar pusing.

* * * * *
B E R S A M B U N G

Label: ,