So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 29/06/13 | @ 11.11

AKU BENCI KAU DENGAN CINTAKU (Bagian 1)

Semenjak kuliah di kota Malang, tradisi pulang kampung merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi Diandra, karena jarak yang jauh membuatnya jarang pulang. Pagi itu langit cerah dan udara pun serasa menyegarkan, Diandra membuka jendela kamar kosnya yang berhadapan dengan perbukitan. Sungguh indah alam yang diciptakan Tuhan untuk manusia. Dengan riang gadis berwajah cantik dengan rambut lurus itu menuju kamar mandi.

“Terimakasih Tuhan akhirnya hari ini aku pulang.”

“Sudah kangen sekali dengan orang rumah.”

Sambil berceloteh sendiri ia jalan menuju kamar mandi, sedangkan teman-teman kosnya sudah pulang terlebih dahulu kemarin sore, karena selama dua minggu kedepan adalah libur semester. Jarum jam pun merayap-rayap hingga akhirnya menunjukkan pukul 13.00, waktunya untuk Diandra bergegas menuju stasiun kereta. 7 jam perjalanan dilalui tanpa terasa, karena terbawa suasana hati yang senang akan bertemu dengan orang-orang yang sangat dicintainya.

Tepat pukul 21.30 kereta berhenti di stasiun yang dituju, terlihat sosok lelaki paruh baya dengan pakaian rapi berdiri di tepi pintu stasiun. Diandra pun menghampiri lelaki itu dan mencium tanganya. Laki-laki itu adalah ayahnya, bagi gadis periang itu kedua orang tuanya adalah sosok yang patut untuk diidolakan. Sesampainya di rumah ibunya menyambutnya dengan hangat dan penuh kerinduan. Setelah makan malam dan membersihkan diri, Diandra pun beristirahat, karena tubuhnya serasa pegal akibat perjalanan yang jauh dan memakan waktu lama tersebut. Pagi pertama yang dilaluinya di rumah dimanfaatkan oleh anak terahir dari dua bersaudara itu untuk membantu ibunya di dapur.

* * * * *

Siang pun beranjak tanpa terasa, setelah selesai membantu ibunya dan mengobrol sebentar dengan ibunya dia pun meminta ijin untuk tidur siang. Ternyata dampak dari kelelahan perjalanannya tadi malam masih terasa sampai siang itu. Di tengah tidurnya Diandra pun terbangun setelah mendengar suara yang tidak asing lagi memanggilnya dengan nama panggilan semasa kecilnya.” Dii, bangun sayang itu ada telfon buat kamu!” Dengan kesadaran yang belum kembali sepenuhnya Diandra mengangkat telfon itu dan mulai berbicara pada orang yang berada di sebrang sana dengan perasaan kaget bercampur gelisah. Perempuan yang menelfon itu bernama Silvi adik kelas Dii semasa SMA, yang ternyata suka pada Devan. Meskipun meladeni pembicaraan silvi tapi fikirannya jauh menerawang memikirkan sosok lelaki yang tengah dibicarakan oleh Silvi. Laki-laki itu adalah Devan yang selama ini telah membuat hatinya tertutup untuk orang lain, Devan yang sangat dirindukannya, dan Devan jugalah laki-laki yang pernah ia sakiti hatinya.

Serasa disambar petir mendengar perkataan Silvi yang berkeinginan untuk bertandang kerumahnya, Dii hanya bisa mengiyakan saja kata-kata gadis yang sedang berbicara dengannya di telfon itu. Di mata Diandara selama ini gadis itu memiliki sikap yang kurang baik, suka berbohong dan mengadu domba orang. Sekali lagi Silvi bertanya

“Beneran mbak aku boleh main kerumahnya mbak?”

Dii pun dengan terpaksa mengiyakan pertanyaan itu.

“Kalau begitu terima kasih ya mbak, sampai ketemu besok.”

Pembicaraan di telfon itu pun berakhir, Sore itu dirasakan sangat tidak nyaman bagi Diandra. Akhirnya dengan berat hati Dii mengambil ponselnya dan menekan nomor yang selama ini ingin sekali dihubunginya tapi dia tidak punya cukup keberanian untuk melakukan hal itu. Akhirnya yang bisa dia lakukan hanyalah menulis pesan singkat

“Sore Devan, bagaimana kabar kamu?”

“Van aku takut banget nih, tapi sebelumnya aku minta maaf sudah mengganggu”.

“Barusan Silvi telfon, dan mengatakan kalau akan main ke rumah.”

“Gimana ni Van?”

Beberapa menit kemudian ponsel Diandra pun berbunyi, ternyata Devan menelfonnya. Hal ini sangat mengejutkan baginya, meskipun setelah putushubungan dengan Devan mereka masih tetap berteman baik tapi tidak biasanya Devan menelfonnya. Hatinya serasa bergetar dan aliran darahnya serasa mengucur deras di sekujur tubuh, setelah sekian lama tidak pernah bertemu dan mendengar suara yang sangat dirindukannya itu. Dari pembicaraan itu Devan tidak mengijinkan Dii untuk menemui Silvi, karena menurut Devan anak itu bisa melakukan apa saja untuk membuat orang lain saling bertengkar. Sebelumnya gadis berkulit hitam dan berambut kriting itu pun mempunyai riwayat yang tidak baik dengan Devan. Saking sukanya dengan Devan dia pun pernah bertengkar dengan Rara pacar Devan setelah putus dari Diandra.

Penampilan dan wajah yang menarik memang salah satu penyebab utama kenapa Devan selalu menjadi idola lawan jenisnya. Keesokan harinya gadis berambut kriting itu pun datang kerumah Dii. Terpakasa Dii tidak menggubris pesan Devan untuk tidak menemuinya. Kewalahan memang kalau harus menghadapi anak itu sendirian, dia terus saja bicara tanpa lelah. Dan seperti biasa semua yang dia katakan hanyalah omong kosong belaka. Dia menceritakan bahwa dia pernah berpacaran dengan Devan, dan sering diajak Devan jalan-jalan. Tak lupa dia pun mengeluarkan skilnya yang lain, dia berusaha mengadu domba Dii dengan Rara. Setelah berjam-jam, akhirnya gadis bertubuh tambun itupun minta ijin untuk pulang.

Selang beberapa saat kemudian Dii mendapat pesan singkatdari orang yang ditunggu-tunggu. Pesan itu menanyakan bagaimana hasil pertemuan dengan Silvi. Pemilik ponsel itu menjawab,” semua akan aku jelaskan nanti malam di telfon.” Tak sabar Dii menunggu malam, gadis yang lemah lembut itu ingin segera menyampaikan semua yang telah di sampaikan Silvi padanya sekaligus mengkonfirmasikan kebenaran omongan itu.

Sembari nonton TV, Dii menunggu ayah dan ibunya tidur terlebih dahulu, barulah dia menelfon Devan. Sekian lama bicara di telfon dan mengkonfirmasi semua info yang ia dapat dari Silvi, Devan hanya berkata

“sekarang semua terserah kamu lebih percaya aku atau dia?”

“Kamu pun kenal bagaimana aku.”

“Apakah mungkin aku melakukan itu semua!”

Suasana hening pun menyelimuti, setelah lama terdiam Dii menjawab.

“Yah, memang tidak mungkin kamu melakukan semua itu.”

“Karena meskipun sebentar aku juga pernah menjadi orang terdekat kamu.”

“Aku tahu bagaimana kamu.”

Terlihat sekali kegembiraan Devan melalui tawa riangnya yang selama ini amat sangat dirindukan oleh Diandra. Tanpa disangka Devan mengatakan sesuatu yang membuat Dii terdiam seribu bahasa.

“Diandra aku kangen sama kamu, aku pengen kita seperti dulu lagi.”

* * * * *
B E R S A M B U N G

Label: ,