Cerita Sebelumnya:
AKHIR SEBUAH PERAN (Bagian 2)
Sesampainya di taman sore harinya, Sally sudah melihat Andi yang cengar-cengir kayak orang nggak waras.” Hallo nona manis…”, sapa Andi begitu mereka berhadapan.” Sore juga tuan Andi,” jawab Sally singkat saja. Meski matahari tak lagi terik dan angin bertiup sepoi-sepoi menerpa pohon-pohon rindang tempat dia berdiri, tapi bagi Sally udara saat itu sangat panas. Andi mempersilakan Sally duduk di bangku taman yang sedari tadi dia duduki.” Ada apa sih ngajak keluar segala?”, tanya Sally masih dengan ekspresi kesal.” Enggak, Andi cuma mau minta tolong sama Sally,”. Dahi Sally berkerut mendengar jawaban itu.” Minta tolong? Minta tolong apa?”tanyanya tidak mengerti.” Gini lho, sebenarnya Andi tu tidak suka sama Ami,” Sally terperanjat, ia langsung berdiri dan menatap Andi dengan pandangan yang sangat jijik,” Lalu kalo nggak suka kenapa kamu pacaran ma dia?” tanyanya tidak sabar.” Tenang, tenang dulu! Sally duduk dulu!” kata Andi sambil menuntun Sally untuk duduk. Sally tidak menolak, tapi wajahnya masih sarat dengan kebingungan.” Gini Sall, gimana aku nggak mau, wong Aminya itu ngejar-ngejar terus. Aku kan tipe cowok yang nggak tegaan ma cewek, apalagi jika dia ngejar-ngejar ampe nangis segala”.” Masa sih?”, pancing Sally. Dalam hati Sally memaki-maki Andi. Ia tahu betul siapa Ami dan bagaimana dia. Ami adalah gadis polos yang tidak pernah jatuh cinta kecuali pada Andi. Sally pun yakin Ami tidak akan menjual harga dirinya demi mengejar cinta seorang cowok. Sally ingin tahu apa mau Andi dengan pura-pura percaya.” Iya, masa sih nggak percaya? Ami itu hanya luarnya yang kelihatan polos, tapi dalamnya ganas banget. Kamu tahu nggak, waktu ketemu di mall, Ami duluan yang ngajak kenalan Andi”. Sally hanya diam mendengarnya, tapi dalam hati ia merutuk menahan kesal.” E…, Sally, sebetulnya,sejak pertama melihat Sally, ada perasaan tertentu di hati Andi. Andi rasa ini adalah cinta. Andi yakin Andi telah jatuh cinta pada Sally”, ketika mengatakan itu tangan Andi memegang tangan Sally. Sally membiarkannya karena jika menolak, dia khawatir itu akan mengacaukan penyelidikannya.” Ah, yang bener Ndi?” tanya Sally sambil pelan-pelan melepaskan pegangan Andi, perutnya terasa mual. Ia berusaha menahan diri untuk tidak memukul wajah makhluk di sampingnya itu.” Sumpeh deh, kalo Sally nggak percaya, Sally boleh membelah dada Andi sekarang juga!” kata Andi sambil membusungkan dadanya. Mendengar semua itu Sally semakin ingin muntah. Melihat Sally yang hanya diam Andi melanjutkan rayuan gombalnya,” Sally percaya dong ma Andi! Andi rela kok mutusin Ami demi Sally. Makanya tadi Andi mau minta tolong Sally tuk bilang ke Ami bahwa Andi ingin putus dari dia. Andi nggak tega jika harus ngomong sendiri, ntar takutnya di nangis lagi kayak kemarin waktu Andi mau putusin”. Sally masih diam. Hal itu membuat Andi tidak tenang dalam duduknya. Ia bergeser semakin menghadap Sally. Kini kedua mata mereka beradu. Sally hanya menatap kosong pada wajah Andi yang ternyata mulai penuh dengan jerawat-jerawat kecil yang kelihatan menyembul di balik polesan yang lumayan tebal. Sally baru menyadari bahwa ternyata Andi memakai bedak dan sangat kentara jika dilihat dalam jarak yang cukup dekat. Mungkin dia tidak menyadarinya karena karena ditutupi oleh kulit Andi yang lumayan putih dan warna bedak yang sesuai. Berarti dia ini memang seorang pesolek, pikir Sally.” Gimana Sall?” Andi semakin tidak sabar melihat Sally yang masih diam dan terus memandanginya. Pertanyaan itu membuat Sally tersadar dari lamunan. Tiba-tiba ia berdiri,” Aku pikir-pikir dulu deh!” jawabnya sambil beranjak meninggalkan Andi tanpa menoleh lagi.” Andi tunggu lho Sall!” teriak Andi, tapi Sally tak lagi menoleh, ia terus melangkah dan sibuk dengan kecamuk pikirannya.
Di rumah Sally langsung menuju kamar. Ia merebahkan tubuhnya tanpa melepas sepatu. Pikirannya masih melayang pada Ami dan Andi. Sally. Ia kembali terkenang kebersamaannya dengan Ami dari masa di Taman Kanak-kanak yang lugu hingga usia enam belas tahun, masa remajanya sekarang. Juga cinta monyet Sally yang diselingi tangis dan curhat rutinnya pada Ami. Meski masa cinta monyet kala itu tidak dinikmati Ami, Ami mampu memberikan petuah-petuah yang sangat berharga bagi Sally. Dan kini, persahabatannya dipertaruhkan dengan cinta pertama Ami. Sally takut untuk mengatakan ini semua pada Ami, tapi dia juga tidak mau sahabatnya dipermainkan Andi. Pikiran-pikiran itu membuat Sally lupa waktu. Malam yang mulai merambati hari tidak ia sadari. Dinginnya juga tidak ia rasakan. Matanya kini terpejam, tapi pikirannya masih terjaga tanpa sadar sekeliling.
Label: Akhir Sebuah Peran, Cerpen
Click for Komentar