So Aja

Baca online: cerpen, puisi, naskah drama, surat

0 Komentar 17/06/13 | @ 10.41

Cerita Sebelumnya:


TIGA RODA PAK KARDI (Bagian 3)

Dulu dia adalah seorang tukang bangunan, yang dibawa oleh tetangga desanya ke kota kecil itu untuk mengadu nasib. Awalnya semua berjalan lancar saja. Hingga Pak Kardi bisa menikah dan menempati rumah sendiri walau sangat sederhana. Hantaman krisis moneter selang beberapa waktu kemudian membuat Pak Kardi harus banting setir menjadi pengayuh becak. Apalagi saat itu sudah ada 3 anak di keluarganya. Dia tidak bisa tinggal diam begitu saja. Akhirnya Pak Kardi mulai menekuni profesi ini demi menyambung hidup keluarganya.

Sekejap lamunan Pak Kardi sirna. Dikejutkan bunyi klakson mobil yang melintas di jalan raya di depan tempat mangkalnya. Sejenak dia menghela nafas panjang. Tak tahu apa yang harus diperbuat. Pikirannya buntu. Benar-benar buntu.

Tapi dia tiba-tiba seperti mendapat ilham. Sejurus kemudian dimantapkannya langkah menuju tempat reparasi. Tak penting apa yang akan terjadi nanti, semua sudah dia serahkan pada Yang Kuasa. Walau tak tahu dia harus membayar dengan uang apa dan kapan, Pak Kardi berpikir becaknya harus mbengkel dulu. Urusan biaya belakangan.

Setelah menjelaskan sedikit tentang kerusakan becaknya, pergilah dia. Pak Kardi hanya bilang kalau becak itu akan diambilnya dua hari lagi. Dia tidak meninggalkan uang muka apapun. Tapi dia berjanji akan membayarnya saat dia mengambil becaknya. Dan dengan menekur tanah, dia mulai berpikir. Mungkin aku bisa pinjam lagi pada Babah Ahong, si juragan beras itu, batinnya. Atau bisa juga aku memohon-mohon lagi pada tetangga kiri-kanan untuk pinjam uang lagi, lanjutnya.

Sudahlah yang penting aku harus dapat utangan biar bisa mbecak lagi, batinnya. Suara hatinya terus bergema saat langkahnya mulai dipercepat untuk sampai ke tempat istrinya berdagang. Dia harus memberitahu istrinya tentang masalah yang sedang dihadapinya itu. Beruntung selama ini istrinya adalah orang yang mengerti dan bisa menyikapi kehidupan mereka yang penuh keprihatinan.

Seutas senyum kecil menghias bibirnya. Mengingat kenangan sulit masa lalu dan perolehannya sekarang. Dia tidak akan kalut lagi karena dia memiliki istri yang baik dan kenalan-kenalan yang baik pula.

Dia begitu yakin akan bisa menyelesaikan masalahnya itu. Seyakin dia bisa melewati saat-saat sulit di masa lalu. Karena baginya ada saat yang lebih berat dari saat ini. Senyum optimisnya mengisyaratkan semangat wong cilik yang terus berputar nasibnya. Seperti putaran roda becaknya yang berpuluh tahun ini menemani dan menghidupinya.

T A M A T

By: Nidya Rahmawati

Label: ,